Sabtu, 05 September 2009

" PEE WEE GASKINS "

"PEE WEE GASKINS"

Membunuh lewat lagu

Lewat dua album mereka yaitu Stories From Our High School Years dan The Sophomore, Dochi (vocal/gitar ), Sansan ( vocal/gitar ), Omo ( synthesizer ), Eye ( bass ) dan Aldy ( drum ) sukses jadi band pop punk yang bikin anak muda jaman skarang pada bernyanyi dan bergoyang klo denger lagu mereka.

Band yang berasal dari Jakarta Selatan ini terinspirasi dari nama Donald Gaskins. “Gue ma Sansan pengen nama yang serem buat band ni, kalu nggak nama monster, ya pasti nama pembunuh kan?, setelah kita search di internet, kita nemuin nama “ Donald Gaskins “, salah seorang pembunuh yang reputasinya sebagai pembunuh di atas rata-rata, tapi tubuhnya pendek jadi dia di kasi julukan “ pee wee “, kata Dochi.

“Di awal berdiri, ada bule-bule asal South Carolina yang nanya di my space kita. Mereka bilang, ‘ kenapa kalian make nama dia ?, kalian tau gak, dia uda bunuh kakek gue, keluarga gue ‘. Tapi terus kita jawab, konsep kita beda banget ama Donald Gaskins, intinya kita juga minta maaf sama keluarga korban “, kata Dochi

“ PARTY DORKS ”. begitulah sebutan buat fans Pee Wee Gaskins, istilah itu diusulkan oleh fans dan para pendengar lagu mereka, tadinya sempat diusilin nama peskiner, pernah juga dorkzilla. Mereka make istilah “ DORKS “ karena mereka pengen ngebahas culunnya kita waktu jaman SMA. Trus biar gak cupu-cupu amat ditambahin kata “ PARTY “.

Selasa, 01 September 2009

malaysia "MALING ASIA"

" MALAYSIA MENGKLAIM "

Entah uda berapa banyak produk budaya dan kesenian negeri kita ini diklaim oleh negara laen, terutama oleh negara “ MALINGSIAL ”, ( ehh. . salah ketik, maksudnya Malaysia tu, hhe ). Sebut aja Reog Ponorogo, kain batik, angklung, rendang, Rasa Sayange, hingga terakhir, Tari Pendet yang jelas-jelas milik kita, orang Bali di curi dan di pake buat iklan pariwisatanya Malaysia. Untungnya baru aja Norman Abdul Halim, produser film dokumenter Malaysia, minta maaf atas klaim batik dan tari pendet serta menghentikan iklan Enigmatic Malaysia di Discovery Chanel. Tapi menurut saya permintaan maaf tu aja gak cukup.

Mengingat penduduk Malaysia tu dulunya adalah orang Indonesia yang kemudian terpisahkan karena imperialisme. Jadi “wajar” aja kalo budaya Indonesia di curi oleh Malaysia dan diturunkan ke generasi mereka selanjutnya.

Dilihat dari sejarahnya, selepas masa Soekarno, hubungan Indonesia-Malaysia sebenarnya kelihatan relatif mesra. Malaysia juga sangat sadar kalo mereka membutuhkan Indonesia. Tapi sejak Mahathir Mohamad mencanangkan slogan “Malaysia boleh“, orang-orang Malaysia jadi lebih eksklusif dan gak mau lagi “disamakan” sebagai rumpun Melayu/Indonesia. Satu-dua kasus, orang-orang Indonesia di Malaysia pernah buat masalah, tapi hal ini terlalu dibesar-besarkan oleh pihak Malaysia. Akibatnya, orang-orang kita kemudian dicap inferior, ampe muncul istilah ejekan “indon“.

Media juga sebenarnya punya peran dalam membuat urusan bertetangga ini jadi kian memanas. Liat aja kasus pulau Sipadan-Ligitan. Walopun dalam sengketa, berdasarkan Undang-undang, kedua pulau tu bukan milik Indonesia, kendati Indonesia akan diuntungkan seandainya kedua pulau tersebut jatuh ke tangan Indonesia. Tapi yang terjadi, media malah menulis seolah-olah kedua pulau tu hilang dari genggaman kita. Tentu aja hal ini menimbulkan persepsi yang berbeda di masyarakat.

Apapun itu, harusnya kasus kayak gini bisa jadi peringatan. Bangsa ni kayaknya kurang bersyukur. Udah diberi 17 ribu pulau lebih, tapi ampe skarang masih banyak yang belum dinamai. Kita punya segudang kesenian dan tarian yang mempesona, tapi tak banyak dari kita yang mau mempelajari dan melestarikan. Papan-papan penunjuk jalan di Denpasar banyak yang berisikan tulisan aksara Bali, tapi berapa banyak anak muda sekarang yang bisa membaca huruf a na ca ra ka” itu?

Untungnya, kasus-kasus pencurian budaya semacam ni juga memberikan blessing in disguise buat kita. Sejak batik diklaim ma Malingsial, skarang banyak instansi yang mewajibkan penggunaan seragam batik di hari-hari tertentu. Anak muda pun gak lagi canggung kalo make pakean batik karena desain dan motifnya terus berkembang menyesuaikan jaman. Teman-teman di luar negeri pun kian bersemangat dalam mempromosikan budaya Indonesia kepada orang-orang asing disana. Banyak orang Indonesia yang sebelumnya cuek dengan budaya Indonesia, dan skarang jadi lebih peduli ama nasionalisme dan identitas bangsa kita ini.

Saya sendiri sangat bangga dan bahagia jadi bangsa Indonesia. Negeri kita ni emang masih jauh dari ideal. Tapi perjalanan bangsa kita ni udah menorehkan sejarah panjang. Kita udah memperjuangkan sendiri kemerdekaan kita. Beragam suku dan golongan berhasil disatukan dengan susah payah. Seperti kata Hillary Clinton, Indonesia adalah model dunia masa depan. Memang di Negara kita ni masi banyak pejabat-pejabat yang korupsi, masi banyak orang yang pengangguran, masi banyak orang-orang miskin, dan keamanan Negara yg masih belum stabil. Tapi negeri kita ni punya potensi buat jadi Negara besar dan superpower di masa depan ( amiien ^.^ ). Dan banyak bangsa laen yang iri dengan potensi yang kita punya.

Sebagai catatan dan renungan akhir dari saya, jangan ampe kasus kayak gini justru menjadi maling teriak maling. Artinya, kita sering mengeluh negara laen membajak kekayaan negeri kita ni, tapi di sisi laen kita lupa kalo pembajakan di negeri ini masi cukup tinggi. Jangankan produk software atau musik luar negeri, karya bangsa sendiri aja masi sering dibajak. Bukankah tu juga sesuatu yang cukup memalukan? Ingatlah kalo Indonesia ni adalah bangsa yang bermartabat dan berwibawa, jangan sampe martabat dan wibawa Negara kita ni di injak-injak oleh bangsa laen.

Merdeka!!!